"Apalagi yang kamu tonton?" suara rendahnya menyergapku.
"Suisei No Gargantia ...,hoaammm," jawabku malas sambil meletakkan tas di atas meja. Gantungan SAO ku bergoyang-goyang sejenak sebelum membentur kayu meja.
"Kau tahu? Harusnya kau mengurangi kebiasaan burukmu itu," nasaihatnya, ia meletakkan pantatnya di bangku lalu membaca kumpulan rumusnya.
"Kau tahu? Harusnya kau mengurangi kebiasaanmu untuk menasihatiku," dengusku. Dia hanya menjawab dengan gerakan memperbaiki posisi kacamatanya.
"Cikaaa, ayo ikut ke ruang musik. Bandku punya lagu baru."
Tiba-tiba, pria dengan rambut kaku tajam dan berantakan itu datang dengan langkahnya yang panjang. Tiga pria serupa mengekorinya.
"Pak Bambang tidak masuk?" tanyaku.
Ia hanya tersenyum lebar dan menggeleng. "Makanya aku mengajakmu," katanya sambil menopangkan tangannya di meja.
"Duduk, Ton," Kennu berdiri dari sisiku, lalu ia berjalan ke papan tulis. Membiarkan Toni menggunakan bangkunya.
"Ayo ikut!" bujuknya lagi. Jemarinya memutar-mutar tali tasku. "Loh? Gantungan yang aku bawakan dari Jogja mana, Ka?" tanyanya, ia menatap gantungan Asuna dengan matanya yang membundar. Aku memutar tasku dan menunjukkan gantungan berbentuk daun di kantung kiri ranselku.
"Aku tidak ikut," jawabku. Kemudian menunduk, menyembunyikan air mata dan lubang hidungku yang melebar. Karena terakhir kali ia melihat ekspresi 'kekurangan oksigen'ku itu, ia marah-marah dan memberiku kuliah panjang.
"Kenapa?"
"Aku ..."
"Aku ...,belum mengerjakan PR Mat," dalihku.
Toni mengerutkan alisnya. "Mmm... Ya, sudah. Tapi istirahat nanti, kita ke kantin ya, Sayang."
Aku mengangguk dan membiarkan mereka pergi.
"Hoaammm..." air mataku keluar lagi.
"Tidur sana!" Kennu yang sudah duduk di sampingku lagi tengah merogoh-rogoh tasku.
Aku melipat tanganku di meja, "Terimakasih."
Alisnya terangkat, "Untuk apa?"
"Karena itu ...," telunjukku mengarah ke soal integral yang tertera rapi di papan tulis. "Aku jadi ingat PR Matematika."
Kennu tersenyum. Deretan giginya yang rapi terbingkai bibirnya yang penuh.
"Sudah, tidur sana. Nanti aku bangunkan," katanya lagi. Lalu menyerahkan tasku untuk dijadikan bantal.
"Hoammm..."
"Aku akan menyalinkan jawaban PRnya," imbuhnya sambil mengangkat buku Matematikaku.
"Terimakasih," ucapku kemudian memejamkan mata. Rasa hangat perlahan menjalar di hatiku kemudian ke wajahku, ke tanganku, ke kakiku. "Hoammm..."
Mungkin cuma Kennu yang tahu kapan aku tidak mendapat tidur yang cukup. Mungkin cuma Kennu rela memperlakukanku sebaik ini. Mungkinn...
Aku membuka satu mataku. Samar-samar menemukan Kennu sedang menyalin pekerjaannya di bukuku. Matanya tengah fokus di balik lensa kacamatanya.
Mungkin harusnya Kennu yang jadi pangeranku, karena ia yang dengan setia membangunkanku dari tidurku.
"Hoamm..." aku membenamkan wajahku di ransel.
Mungkin ... aku akan putus dari Toni.
Fin
Komentar
Posting Komentar