Langsung ke konten utama

24 Lukisan Cinta : Hannah *4

Tiga puluh lima menit kemudian, galeri lukis itu dikepung oleh polisi. Aira terduduk lemas di kasurnya ketika mendengar suara sirine mobil polisi. Sementara itu alunan instrument Kenny G di ruan Putera masih terdengar. Nampaknya Putera benar-benar menikmati kegiatannya dan Aira mensyukuri hal itu.
Kilasan-kilasan kenangan masa lalu berlarian di benak Aira. Tentang Putera dan dirinya. Kenangan-kenangan itu saling berkejar-kejaran di pikirannya. Aira mendengar pintu depan yang didobrak. Sebentar lagi polisi itu pasti sudah sampai di kamarnya.
Tak beberapa lama kemudian, seorang polisi pria membuka pintu kamarnya. Aira hanya menoleh dengan wajah tanpa ekspresi. Ia sudah pasrah, ia tak peduli apakah ia dan Putera akan dipenjara atau tidak. Ia hanya ingin Putera, kakaknya bisa kembali menjadi manusia normal. Ia sudah tak tahan lagi memiliki Kakak seorang psikopat.
“Pak Polisi. Terimakasih sudah datang,” ucap Aira sambil tersenyum paksa. Kemudian jatuh pingsan karena tekanan psikis yang sudah tak bisa ia tahan.

Trisensa Putra dan Aira Dita Cleranza adalah dua bersaudara. Mereka berdua memiliki minat di bidang seni. Putera di seni musik dan Aira di seni lukis. Namun, orangtua mereka memaksa Putera yang jenius untuk mengambil kuliah kedokteran dengan alasan agar kepintaran Putera tak sia-sia. Akhirnya, di usia 15 tahun, dengan kepintarannya Putera berhasil masuk universitas kedokteran.
Aira yang memiliki kemampuan akademik rata-rata diperbolehkan oleh orangtuanya untuk mengambil jurusan seni lukis saat kuliah. Hal ini membuat Putera yang sedang menyelesaikan kuliahnya merasa iri. Karena ia tak diberi kesempatan untuk memperdalam ilmu musiknya.
Ternyata hal ini menyebabkan Putera mengalami gangguan psikis, namun tak ada seorangpun yang menyadarinya, bahkan Putera sendiri. Hingga suatu hari, Putera yang sudah menjadi dokter bedah memutilasi orang tuanya sendiri setelah melukis wajah mereka. Putera mengancam akan melakukan hal yang sama pada Aira jika Aira tidak menutup mulut. Karena itulah Aira mengubah pribadinya, agar ia tetap bisa mendampingi Kakaknya walaupun dengan posisi sebagai sahabat. Bahkan, ia menanamkan pada dirinya sendiri bahwa ia tak memiliki sanak saudara dan hidup sendiri di Jakarta. Hal ini terkadang membuatnya lupa bahwa Putera adalah kakaknya dan membantunya untuk tak begitu ikut campur dalam urusan kehiduapn Putera.
Setelah mendalami dunia lukis di perkuliahan, Putera menjadi seorang maniak. Apapun yang menarik hatinya selalu ia lukis. Entah itu benda mati atau benda hidup. Lukisan yang ia buat memang bagus sampai bisa membuatnya menjadi pelukis terkenal. Namun, hal itu membuatnya menjadi seorang yang egois. Ia tak ingin ada benda lain yang menyaingi keindahan lukisannya, walaupun itu adalah objek sebenarnya yang ia contoh. Jika ia melukis benda mati, ia akan menghancurkan benda itu setelah ia melukisnya. Jika ia melukis benda hidup, ia akan membunuh benda itu setelah ia melukisnya. Oleh karena   itu, setiap ia jatuh cinta pada wanita, ia akan melukis wanita lalu membunuhnya. Dengan kemampuannya sebagai dokter bedah, ia bisa memutilasi korbannya dengan rapi seraya mendengarkan musik instrumental Kenny G. Setelah ia melukis korbannya, ia akan memberika obat bius lalu memotong lengan, tungkai bawah, kepala dan pinggang korban lalu memasukkannya ke dalam plastik hitam yang besar dan menguburnya di halaman belakang galeri lukis tanpa diketahui siapapun selain Aira.
Sudah 22 lukisan wanita yang dibuat Putera, sesuai dengan jumlah korbannya. Aira sebenarnya tersiksa ketika mendengar alunan musik Kenny G karena ia tahu apa yang sedang dilakukan oleh Putera. Namun, ancaman Putera masih sering berdengung di telinganya. Hingga akhirnya ia disadarkan oleh mata bulat Hannah bersinar. Ia tak mau semakin banyak wanita menjadi korban Kakakknya. Sudah cukup, Kakaknya menjadikan Hannah sebagai penutup koleksi lukisan cintanya.



THE END

Baca juga :
24 Lukisan Cinta : Hannah *1
24 Lukisan Cinta : Hannah *2
24 Lukisan Cinta : Hannah *3

Komentar

Postingan populer dari blog ini

24 Lukisan Cinta : Hannah *1

Putera menoleh sekali lagi ke arah pantai itu. Berharap ia bisa menemukan gadis bermata bulat yang sudah mencuri hatinya. Namun sia-sia. Pantai itu masih sepi di pagi buta seperti ini. Angin pantai yang dingin membuat Putra merapatkan jaketnya, ia harus segera pulang. Setelah menghembuskan nafas panjang kekecewaan, ia kembali ke hotelnya untuk berkemas-kemas. Pesawat akan membawanya kembali ke Jakarta tepat jam tujuh pagi. Ia berharap bisa kembali lebih siang. Namun, pamerannya tidak bisa menunggu lebih lama untuk segera dibuka. Putera mengalah pada jadwalnya yang sebagai pelukis terkenal. Ia masih harus menyelesaikan dua lukisan untuk pamerannya yang akan diadakan satu setengah bulan lagi. Sebenarnya, tujuannya ke Lombok adalah untuk mencari inspirasi. Ia tahu Lombok adalah pulau kecil dengan pesona pantainya yang luar biasa dan entah mengapa ingin sekali menggoreskan cat biru muda di atas kanvasnya. Ya, pantai. Seminggu yang lalu ia merasa rindu pada pantai. Pantai yang sebenarnya,...

Selembar Halaman

Wind Up Bird Chronicles   tergeletak di pangkuannya. Terbuka di halaman ke 397. Dia merengkuh cangkir kopi dengan kedua tanganmu. Sesekali, dihirupnya aromanya. Tapi belum juga ia minum kopinya. "Bagaimana? Sudah tau jawabannya?" tiba-tiba ia bertanya. Aku gelagapan. "Ee... bagaimana ya, Mas? Saya kaget tiba-tiba ditanya seperti itu." Ia tersenyum. Sinar bohlam yang menguning jatuh di pipinya yang terangkat saat ia tersenyum. "Pikirkan lagi, ya. Aku tunggu." Aku terdiam. Menatap hamparan gunung Malang di bawah kaki kami, ada lampu-lampu yang berkerlap-kerlip dari kota. Merasakan angin malam yang menampar-nampar wajah. Aku tersenyum perlahan. Ah, Wind Up Bird Chronicles . Sudah sekian lama semenjak aku juga meninggalkanya di halaman ke 397. Kisah tentang sumur dan kucing yang hilang itu begitu menarik, hingga aku tak berani menamatkan novelnya. Bertahun-tahun novel itu berdiri tegak di rak bukuku. Sementara aku masih berimajinasi tentang bagaimana...