Moonlight Sonata dalam mode loop mengalun dari speaker mobil. Kau menatap rintik hujan yang jatuh di kaca depan mobil, seolah-olah tetesan air itu lebih memilukan daripada masterpiece Beethoven ini. Bahumu yang selalu tegap kini tampak berbeda. Tanganmu tergolek lemas di setir mobil. Sesekali kau mengetuk-ngetukkan jemarimu perlahan. Entah mengikuti tempo hujan atau instrumental biola yang kau pilih sejak awal perjalanan kita. Aku menarik napas panjang. Pintu pagar sudah terbuka lebar. Bik Iyem sudah membukanya untuk kita, sepuluh menit yang lalu, seperti yang ku pinta padanya lewat pesan pendek. Namun, Bik Iyem tampaknya salah sangka, sebab pintu terbuka terlalu lebar. "Lusia, tolong aku. Ku mohon," akhirnya kau bersuara. Suara baritonmua yang gagah kini selemah anak kucing. Aku menunduk, menatap Levis abu-abu yang kupakai. Ah, warna matamu juga abu-abu. Aku mengalihkan pandangan ke depan. Menatap tembok rumah yang berwarna kuning, "Lebih baik," pikirku.