Langsung ke konten utama

LATE "HAPPY BIRTHDAY" 2

WHAT SHOULD I DO?

7 April. Jam dua siang waktu Jepang.

Suhu musim semi di Jepang benar-benar bersahabat bagi orang Indonesia. Bunga-bunga sakura yang bermekaran, memanjakan mata para pelancong. Waktu yang tepat untuk berjalan-jalan!

“Hei! Jangan menarik perhatian orang dengan ekspresimu yang seperti itu!” Rio mendelik pada pria bersweater cokelat yang berjalan di sampingnya.

Sementara itu, orang dimaksud hanya terkikik kecil. Ia memasukkan kotak beludru biru ke dalam ranselnya. “Maaf. Maaf. Tapi apa wajahku jadi seaneh itu?”

Rio memperbaiki kacamatanya yang sedikit turun. “Ekspresimu itu seperti kamu menggantungkan hidupmu pada kotak itu. Kamu memandangi kotak itu tanpa berkedip semenjak kita keluar dari toko. Beruntung kamu tidak menabrak tiang listrik,” jawab Rio.

“Yeah, you know what’s going on my head.”

“Eww...” Rio mengibas-ngibaskan tangannya. “Stop it. Pervert man!”

“Apa? Apa yang aku lakukan?”

“Ah, sudahlah,” Rio mengibas-ngibaskan tangannya, lagi. “Percepat saja langkahmu. Meeting selanjutnya akan dimulai dalam dua jam lagi,” ajak Rio.


...

Rio merapikan dasinya di depan cermin. “Hei, Ivan. Kamu sudah siap?”

Ivan mengangguk. Lalu meletakkan kotak beludru birunya di atas nakas. “Hei, apa kamu tidak bosan memandangi kotak itu terus?”

Ivan tertawa kecil, “Aku, aku hanya tidak sabar melihat wajahnya saat aku memberikan ini padanya.”

“Ah, apa semua orang yang baru menikah selalu seperti ini? Bahagia hanya dengan hal-hal kecil?”

“Hei, memberikan kado ulang tahun untuknya adalah hal yang penting bagiku,” bantah Ivan. Pria itu menatap kotak itu sekali lagi, sebelum melangkah keluar kamar. “Semua hal yang berkaitan dengannya adalah hal yang penting bagiku.”

Rio bersiul, mengejek. “Iya. Iya. Aku tahu.”

....

Hari yang sama. Jam 11 malam waktu Jepang.

“Aku benar-benar lega tender tadi dimenangkan oleh perusahaan kita,” Rio tertawa senang seraya meneguk soju dinginnya.

“Tentu saja itu berkat rancangan arsitektur kita yang luar biasa,” Jo, wanita keturuan Tiongkok itu tersenyum lebar, membuat matanya terlihat seperti garis. Ia menepuk-nepuk bahu Ivan. Ivan tersenyum kecil.

“Hei, Ivan. Apa kau sudah memberitahu kabar bahagia ini pada istrimu?” tanya Rio lagi.

Ivan menyesap teh oolong dingin di gelasnya seraya menggeleng. “Tidak. Aku berencana membuatnya sebagai kejutan di hari ulang tahunnya besok,” ujarnya membeberkan rencananya. Tersenyum tersipu.

“Besok?” Dahi Jo berkerut. Ia menatap Ivan dengan serius. “Kamu tidak lupa kan, kapan istrimu berulang tahun?”

Ivan mengangguk mantap. “Tujuh April.”

Jo menghembuskan nafasnya dalam-dalam. Sementara itu, Rio menepuk dahinya. “Ivan. Hari ini tanggal 7 April,” ucapnya lirih.

“Apa? Bukannya tanggal enam?” Ivan segera mengecek handphonenya. Lalu memasukkan kembali handphonenya ke dalam saku dengan wajah pucat saat melihat tanggal yang tertera di layarnya. “Bagaimana aku bisa salah?”

“Hei, jangan-jangan kamu belum mengucapkan apapun pada Ika,” tanya Jo, menginterogasi. Wanita paruh baya itu menghembuskan nafasnya lagi saat melihat gelengan Ivan. “Pantas saja di line ia tampak ingin menanyakan sesuatu padaku saat aku mengucapkan selamat padanya... Kamu harus segera menelponnya, Van.”

Ivan mengeluarkan handphonenya lagi. Menatap jam digital. Beberapa belas menit lagi hari ulang tahun istrinya berakhir sudah. Apa yang harus ia lakukan? Menelpon? Ah, di sana sudah pasti larut malam, hanya akan memperburuk suasana.

“Jo, besok agenda kita apa saja?” tanya Ivan cemas.

“Besok? Acara peresmian kerja sama kita dengan PT Chihaya di pagi harinya, dilanjutkan dengan makan siang. Lalu kita akan kembali ke Indonesia dengan penerbangan jam 2 siang.”

Ivan bangkit dari kursinya. “Sampaikan maafku pada Direktur karena pulang terlebih dahulu. Terimakasih,” Ivan memakai jasnya kembali.

“Hoi, Van. Kamu mau kemana?” Rio memandang temannya itu dengan heran.

“Bandara. Mengambil penerbangan tercepat ke Jakarta,” jawabnya singkat lalu meninggalkan kedua temannya itu.

Jo memutar bola matanya, “Dia benar-benar sedang dimabuk cinta,” ujarnya, lalu menenggak sojunya.

....

8 April , jam 7 malam.

Ivan berdiri dengan gelisah di depan pintunya. Blackforrest dengan 5 lilin-lilin kecil yang menyala berada di tangannya. Berkali-kali berkedip, berjuang keras menahan laju angin. Laiknya hatinya, yang berjuang untuk terus berdetak dan tidak jatuh karena rasa khawatir yang bertubi-tubi. Memang benar ia telah mengambil penerbangan tercepat tadi pagi, naik ojek dari bandara ke toko kue agar bisa melewati macet dengan sedikit lebih cepat. Lalu naik ojek lagi dari toko kue hingga ke rumahnya, rumah mereka.

Tapi, apa Ika akan menyambutnya dengan bahagia? Sungguh, akan wangat wajar jika wanita itu marah karena kelalaiannya. Melupakan hari ulang tahun istrinya sendiri. Dan hal itu terjadi di tahun pertama pernikahan mereka. Apa yang akan dikatakan istrinya itu padanya?

...

Hal pertama yang Ika lihat di balik pintu benar-benar membuatnya terkejut. Pendar lilin-lilin kecil di atas blackforest. Lalu pria dengan kemeja putihnya yang terlihat kusam, rambutnya yang acak-acakkan. Mata pria itu menatapnya dengan lembut, di bawah bingkai alisnya yang tebal. Tersenyum tanggung, mengedipkan matanya dua kali lalu berkata, “Selamat ulang tahun, istriku.”

Sesuatu terasa hangat di mata Ika. Hatinya seakan dicekoki jus perasaan. Semuanya bercampur aduk. Ia memegang lengan pria di hadapannya itu. Memastikan apa yang ia lihat bukan delusinya semata. “Ivan...” ucapnya saat ia merasakan kehangatan dari lengan yang ia pegang. “Ayo masuk,” ajaknya seraya tersenyum.
Ivan meletakkan kuenya di atas meja. Melemparkan tubuhnya di atas sofa. Menarik nafas panjang, “Kamu boleh marah padaku,” ucapnya pada Ika. Wanita itu duduk dengan rapi di ujung sofa.

Ika menggelengkan kepalanya. “Biarkan aku meniup lilinku dulu,” katanya sambil tersenyum. “Semoga keluarga kita tetap bahagia selamanya. Amin.” Ia membungkukkan badannya sedikit, sebelum meniup lilin-lilin kecil itu. Di ujung lain sofa, Ivan tersenyum tipis. Senang hatinya melihat wanita itu meniup lilin ulang tahun dengan damai. “Terimakasih,” ucap Ika lagi. Menatap Ivan dengan lembut.

“Kamu boleh marah padaku,” Ivan mengulangi kata yang sama. Ika tersenyum dan mendekati suaminya di ujung sofa. Menyenderkan kepalanya ke bahu pria itu, hangat. “Aku sempat marah padamu. Sempat.... Dan rasa marah itu menguap saat melihatmu ada di sini. Dan itu rasanya tak adil. Empat puluh tiga jam kemarahanku luruh dalam dua detik saat melihatmu berdiri di depan pintu,” jawab Ika.

“Maafkan aku. Aku tidak lupa hari ulang tahunmu. Aku, aku mengira kemarin masih tanggal 6,” tukas Ivan, merasa sangat bersalah.

Ika menegakkan punggungnya. Membuat Ivan menatap wajahnya. “Kau tahu, kemarin aku merasa menjadi istri yang malang. Di tahun pertama pernikahannya, suaminya tidak bisa meluangkan waktu untuk mengucapkan selamat ulang tahun, karena sibuk dengan pekerjaannya,” adu Ika.

“Maafkan, aku. Aku memang teledor. Kemarin aku malah menganggap diriku sebagai suami yang hebat karena kemarin meluangkan waktu bekerjanya untuk membeli hadiah ulang tahun istrinya,” timpal Ivan, lalu memalingkan wajahnya. Ika menatapnya dengan matanya yang bundar. “Kamu mau melihat hadiahnya?” Ika tersenyum tipis. Lalu mengangguk.

Pria berambut hitam setengkuk itu menarik kopernya. Membuka kantungnya untuk mengambil kotak beludru biru yang sudah ia siapkan. Tak menemukan yang ia cari, Ivan membuka bagian lain dari kopernya. Tak menemukannya lagi, ia mulai merasa cemas. Ia membuka resleting terakhir dari kopernya. Lalu menarik nafas kecewa saat ia mengingat di mana kotak hadiah itu berada.

“Aku melupakannya di meja kamar hotel,” keluhnya. Ivan menyisir rambutnya dengan jari, frustasi. “Padahal aku benar-benar memilih kado itu dengan seksama,” lanjutnya berkeluh kesah.

Ika terkikik. Menatap geli pada suaminya. Sejenak ia merasa bersalah atas pikiran negatifnya pada suaminya sendiri. Ia tidak menyangka pria dengan mata lembutnya itu begitu mensakralkan perayaan ulang tahunnya. “Tak apa, semua kejutan ini sudah menjadi kado yang indah untukku,” ucapnya halus. Lalu menyandarkan kembali kepalanya ke pundak pria itu. Menghirup aroma debu dan asap kendaraan dari kemeja Ivan, aroma perjalanan.

“Sorry for your late happy birthday,” ucap Ivan lirih seraya mengelus rambut hitam ikal istrinya itu.

“Its okay. Aku tak peduli seberapa telat kamu mengucapkan selamat ulang tahun, selama kamu mengingat tanggal dengan benar,” timpal Ika.

Ivan mengerutkan dahinya. Membuat dua alisnya yang hitam tebal itu hampir bertemu. “Hei, kamu menyindirku?”

Ika menggembungkan pipinya, menatap suaminya seraya mencebikkan bibirnya, “Hei, siapa yang tidak sedih saat suaminya sendiri lupa tidak menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun? Terlebih lagi, dia melupakan kadonya.”

Ivan menarik nafasnya. Lalu mendekatkan wajahnya pada Ika. “Cup.”

“Itu hadiahmu,” ucap Ivan seraya tersenyum. “Tidak-tidak. Itu pembukaannya. Kau akan mendapatkan hadiahmu setelah aku mandi,” imbuhnya seraya membuka dasi dan kancing kemejanya. Lalu berjalan ke arah kamar mandi.

Ika masih terpaku, membatu. Lalu tersenyum makfhum, menatap punggung Ivan sebelum menghilang di balik pintu kamar mandi.


Well, late happy birthday isn’t bad thing, is it? 

TAMAT :D

Happy birthday, darl! :"
I was so excited when I wrote this bitter sweet story. :)
Yeah, manis buatmu. Pahit untuk saya dan Vanti. :3

Kalau saya bisa, saya akan mengkadokan Ivan. Memasukkannya ke kotak gede. Terus mengirimkannya lewat JNE, Tiki atau pos mungkin? :3
Tapi, saya hanyalah si pesek absurd yang bisa menghadiahi Ivan dalam bentuk cerita dan menjadikan dia suamimu. -___-"

Dan cerita ini, errr... Sebenarnya mau tak lanjutin, tapi berhubung kamu masih 19an, jadi yaa... disensor aja kali ya. ohohoho *pervertgrin* Silahkan imajinasikan sendiri kado yang Ivan maksud itu, XD

({})

Jadi, sekali lagi. Sampai jumpa di bulan Agustus. :)
I miss you so bad. Saya rindu ceritamu, kecuali cerita-cerita praktikmu, okay? -.- 

Well, selamat menikmati Ivanmu, darl. :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FALL IN LOVE WITH A BAD BOY

AKUMA DE KOI SHIYOU / FALL IN LOVE WITH BAD BOY @2012 Anashin Gramedia/2013 Rp 18.500 4/5 stars DI judulnya ada embel-embel 'Bad Boy'. Tapi karakter pria yang muncul di covernya tidak berantakan. cuma berdiri dengan posisi cool  dengan kemeja yang setengah terbuka. *nosebleed* Jadilah, komik ini terbawa ke meja kasir. rasa penasaran menggelitik hati, di bagian mana pria itu menjadi bad boy? sebab tampilannya di cover tidak sepenuhnya menunjukkan ke bad boy annya. ringkasan di bagian belakang cover tidak begitu menjual sebenarnya, terlalu umum untuk komik-komik remaja bergenre romance. begini ringkasannya: cowok yang ditaksir Narumi adalah cowok populer di sekolah. Tapi ternyata cowok itu menyimpan sebuah rahasia! Melihat kakaknya yang playboy, Narumi yang masih SMA diliputi kebimbangan soal cinta. Tapikemudian ia jatuh cinta pada Sena-kun, teman sekolahnya yang juga seorang model terkenal. Saat pulang sekolah, tanpa sengaja Narumi mengetahui 'keburukan' S

Kenapa Menikah Muda

Dingin. Gerimis. Gelap. Jalanan yang berlubang. Perut yang kelaparan. Pintu kulkas terbuka seperti pintu masuk minimarket di malam minggu. Sebentar-sebentar lampunya menyala sebelum mati untuk sebentar saja. Benda kotak setinggi satu meter itu jadi kotak pendingin tak berguna. Selain karena listrik yang padam semenjak tiga jam yang lalu, juga karena ia hanya berisi sirup markisa dan terasi udang merk tiga abjad. Ah, oh ada juga bumbu nasi goreng. Aku menggeliat-geliat di kasur, di bawah selimut merah muda. Mengeluh, merutuk kebodohan sendiri karena selalu lupa beli makan malam sepulang dari kantor. Kan kalau sudah malam gelap gulita begini, aku hanya jadi perempuan pengecut dengan segala kenegatifan di pikirannya. Terlampau takut dan malas untuk keluar mencari makan. Lebih memilih untuk menikmati lapar daripada menyalakan motor dan mencari warung yang buka. Bekerja jauh dari pusat kota memang memaksaku untuk hidup disiplin. Warung-warung makan yang tak pernah buka lebih dari j

KALO JATUH GAK PERAWAN !!!

Di suatu sore menjelang senja, aku lagi pemanasan sebelum lari. Mulai dari gerak-gerakin kepala, tangan, meregangkan pinggang dan terakhir angkat kaki. Tak lupa sesekali ikut bernyanyi bersama Broery Marantika  ~~~ di suatu senja dimusim yanggg lalu~~~  *ada yang tau ini tahun berapa?*... "HUP!" tiba-tiba keseimbangan kaki kiriku oleng. "KALAU JATUH GAK PERAWAN!!" Suara tiga puluh satu orang itu tiba-tiba terngiang di kepalaku. Cepat-cepat aku mengembalikan keseimbangan agar kaki kananku tak menjejak tanah apalagi sampai membuat jatuh.