Punggungnya
sedikit melengkung, bertopang di batang pohon. Rambutnya menari, bermain dengan
angin beraroma vanila.
“Kau
tahu ...,saat aku dewasa nanti ...,” suara rendahnya meluruhkan keheningan di
antara kami. Mulai merajut rencana, impian dan ambisinya. “Dan nanti kau akan
menjadi ...,” lanjutnya seraya memandangku. Mengisahkan impiannya tentangku.
Selalu begitu.
Sebenarnya
apa yang dia harapkan dariku?
Aku
tahu, kami sangat dekat. Namun kami juga tak akan pernah bersinggungan layaknya
garis sejajar yang berjalan berdampingan namun tidak untuk disatukan.
“Wusshh
...”
Angin mengibarkan ujung hijabku. Sekaligus menggemerincingkan rantai kalung salibnya.
Lihat,
alampun sepaham denganku.
Komentar
Posting Komentar