Langsung ke konten utama

Mengenal Cinta #part 2

"Cause I was Born to tell You, I Love You"


Your Call-Secondhand Serenade


Karena aku dilahirkan untuk mengatakan padamu bahwa aku mencintaimu.

Tuhan, menciptakan segala sesuatunya secara berpasangan. Karena ciptaan Tuhan pada hakikatnya adalah makhluk sosial, membutuhkan makhluk lainnya.

Pernahkan kalian memikirkan, di luar sana ada seseorang yang telah diciptalan Tuhan untuk berpasangan dengan dirimu? Dari sekian banyaknya ciptaan Tuhan, dialah yang terbaik untukmu. Dialah satu bintang yang akan menyinari hidupmu, yang sinarnya tak kan kalah dari bintang-bintang yang lain, bahkan dari ribuan bintang di konstelasi-konstelasi sana.

Ya, satu bintang itu berdiri di hadapanmu dan berkata "cause I was born to tell you I love you." Bagaimana perasaanmu? Ketika orang itu sudah berani jujur pada dirinya sendiri, mengakumi sebagai titik yang harus ia terangi. Menganggapmu sebagai titik balik hidupnya, di mana ia akan memulai lagi kehidupan keduanya bersamamu.

Bintang itu mengatakan ia mencintaimu, ia merasa harus mengatakannya padamu. Ia tak membutuhkan jawabanmu, tapi ia ingin kamu mengetahui perasaaanya. Ia ingin mencintaimu, tanpa harus memaksamu untuk mencintainya, namun ia tak mau cintanya itu terpendam sia-sia. Ia ingin kamu tahu kalau ia akan membawa cahaya tambahan di hatimu, tak peduli hatimu itu sudah terang atau tidak.

Ya, kamu memang punya pilihan. Menganggapnya atau tidak. Itu semua ada di hatimu. Tapi, kau akan merasakan kalau cahaya yang diberikan oleh bintang itu akan berbekas di pelosok hatimu. Walaupun hanya secuil tapi akan tetap terasa hangat. Sebelum akhirnya kau menyadari bahwa cahaya itu adalah bagian dari dirimu. Dan kau membutuhkannya, walaupun hanya sedikit.

Sekali lagi, cinta itu punya banyak jalan, tapi pada akhirnya ia akan bermuara di cinta itu sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

24 Lukisan Cinta : Hannah *4

Tiga puluh lima menit kemudian, galeri lukis itu dikepung oleh polisi. Aira terduduk lemas di kasurnya ketika mendengar suara sirine mobil polisi. Sementara itu alunan instrument Kenny G di ruan Putera masih terdengar. Nampaknya Putera benar-benar menikmati kegiatannya dan Aira mensyukuri hal itu. Kilasan-kilasan kenangan masa lalu berlarian di benak Aira. Tentang Putera dan dirinya. Kenangan-kenangan itu saling berkejar-kejaran di pikirannya. Aira mendengar pintu depan yang didobrak. Sebentar lagi polisi itu pasti sudah sampai di kamarnya. Tak beberapa lama kemudian, seorang polisi pria membuka pintu kamarnya. Aira hanya menoleh dengan wajah tanpa ekspresi. Ia sudah pasrah, ia tak peduli apakah ia dan Putera akan dipenjara atau tidak. Ia hanya ingin Putera, kakaknya bisa kembali menjadi manusia normal. Ia sudah tak tahan lagi memiliki Kakak seorang psikopat. “Pak Polisi. Terimakasih sudah datang,” ucap Aira sambil tersenyum paksa. Kemudian jatuh pingsan karena tekanan psikis yang s...

24 Lukisan Cinta : Hannah *1

Putera menoleh sekali lagi ke arah pantai itu. Berharap ia bisa menemukan gadis bermata bulat yang sudah mencuri hatinya. Namun sia-sia. Pantai itu masih sepi di pagi buta seperti ini. Angin pantai yang dingin membuat Putra merapatkan jaketnya, ia harus segera pulang. Setelah menghembuskan nafas panjang kekecewaan, ia kembali ke hotelnya untuk berkemas-kemas. Pesawat akan membawanya kembali ke Jakarta tepat jam tujuh pagi. Ia berharap bisa kembali lebih siang. Namun, pamerannya tidak bisa menunggu lebih lama untuk segera dibuka. Putera mengalah pada jadwalnya yang sebagai pelukis terkenal. Ia masih harus menyelesaikan dua lukisan untuk pamerannya yang akan diadakan satu setengah bulan lagi. Sebenarnya, tujuannya ke Lombok adalah untuk mencari inspirasi. Ia tahu Lombok adalah pulau kecil dengan pesona pantainya yang luar biasa dan entah mengapa ingin sekali menggoreskan cat biru muda di atas kanvasnya. Ya, pantai. Seminggu yang lalu ia merasa rindu pada pantai. Pantai yang sebenarnya,...

Selembar Halaman

Wind Up Bird Chronicles   tergeletak di pangkuannya. Terbuka di halaman ke 397. Dia merengkuh cangkir kopi dengan kedua tanganmu. Sesekali, dihirupnya aromanya. Tapi belum juga ia minum kopinya. "Bagaimana? Sudah tau jawabannya?" tiba-tiba ia bertanya. Aku gelagapan. "Ee... bagaimana ya, Mas? Saya kaget tiba-tiba ditanya seperti itu." Ia tersenyum. Sinar bohlam yang menguning jatuh di pipinya yang terangkat saat ia tersenyum. "Pikirkan lagi, ya. Aku tunggu." Aku terdiam. Menatap hamparan gunung Malang di bawah kaki kami, ada lampu-lampu yang berkerlap-kerlip dari kota. Merasakan angin malam yang menampar-nampar wajah. Aku tersenyum perlahan. Ah, Wind Up Bird Chronicles . Sudah sekian lama semenjak aku juga meninggalkanya di halaman ke 397. Kisah tentang sumur dan kucing yang hilang itu begitu menarik, hingga aku tak berani menamatkan novelnya. Bertahun-tahun novel itu berdiri tegak di rak bukuku. Sementara aku masih berimajinasi tentang bagaimana...